Friday, 14 June 2013

Gambaran Pengetahuan Siswa Kelas II Tentang Bahaya Merokok di SMU Negeri



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Merokok merupakan suatu pemandangan yang sangat tidak asing. Kebiasaan merokok dianggap dapat memberikan kenikmatan bagi si perokok, namun dilain pihak dapat menimbulkan dampak buruk bagi perokok maupun orang-orang disekitarnya (Aditama, 2003).
)Kebiasaan merokok sering dikaitkan dengan terjadinya penyakit paru obstruktif menahun (PPOM).  Namun kebiasaan merokok di negeri ini tetap tidak bisa dihilangkan, bahkan semakin meningkat. Sebagian besar penduduk di sejumlah negara mengurangi konsumsi mereka terhadap rokok, Indonesia justru malah sebaliknya. Indonesia kini menempati ranking ke-4 sebagai negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, RRC dan Jepang. Tidak kurang dari 70% penduduk Indonesia kini jadi perokok aktif dan ironisnya lagi, sekitar 13,2% perokok di Indonesia adalah remaja berusia 15-19 tahun (Sugito 2007).
Fenomena merokok di Indonesia memang sudah sangat memprihatinkan dan kini sudah merambah ke anak-anak sekolah. Untuk tahap pertama, mereka mungkin saja merokok karena pemberian teman. Namun setelah kecanduan, kebutuhan merokok  pun meningkat dan bisa saja akibat desakan kebutuhan terhadap rokok malah mendorong sebagian siswa mengambil langkah salah, seperti membohongi atau menipu orang tua. Bahkan sangat mungkin karena demi rokok, ada di antaranya terjerumus pada tindakan kriminal seperti mencuri atau memeras (Umar, 2008).
Menurut data tahun 2004 yang dikeluarkan  Global Youth Tobacco Survey  (GYTS), dari 2074 responden pelajar Indonesia usia 15-20 tahun, 43,9% mengaku pernah merokok. Sebanyak 11,8% pelajar pria dan 3,5% pelajar wanita menganggap merokok akan menambah teman, sementara 9,2% pelajar pria dan 2,4% pelajar wanita menganggap merokok akan membuat mereka terlihat lebih atraktif  (Umar, 2008).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yudianto (2005) terhadap 12 orang pelajar STM/SMK Muhammadiyah 01 Kepanjen, 8 orang diantaranya (66,7%) merokok, dan 4 orang (33,3%) tidak merokok. Dari 8 orang yang suka merokok, 5 orang  diantaranya (62,5%) mengatakan menghabiskan rokok sekitar 10-19 batang per hari, 3 orang (37,5%) merokok 1-9 batang per hari. Sebanyak 4 orang (50%) dari remaja ini menganggap merokok sebagai kebutuhan, 6 orang (75%) tahu tentang bahaya merokok namun mengatakan tidak takut merokok (Yudianto 2005)
  Dari data di atas, diketahui bahwa beberapa pandangan atau pemahaman tentang merokok yang kurang tepat dari para pelajar. Pada dasarnya setiap orang atau pelajar tahu akan bahaya merokok mengingat di setiap bungkus rokok terdapat peringatan pemerintah tentang bahaya merokok bagi kesehatan. Namun apakah pengetahuan tersebut mempengaruhi sikap remaja terhadap bahaya merokok, inilah yang menjadi perhatian peneliti untuk ditindaklanjuti dalam sebuah penelitian secara ilmiah.  

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.F DENGAN HEPATITIS VIRUS AKUT DI RUANG ANAK RUMAH SAKIT UMUM



BAB I
PENDAHULUAN


A.           Latar Belakang Masalah
Hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius 78 % dari pada pengidap masalah ini bermukim di asia timur dan asia tenggara. Para pengidap hepatitis di Asia Tenggara yang mendapat infeksi sewaktu bayi dan anak-anak cenderung berkembang menjadi pengidap hepatitis kronis dan selanjutnya mempunyai resiko menjadi sirosis hati dan kangker hati ( Sri Reziki,2009)
Penyakit hepatitis virus akut ini dahulunya dinamakan hepatitis infeksiosa, sampai sekarang hepatitis virus akut masih bersifat edemas di Negara-negara berkembang sehubungan dengan lingkungan dan senantiasa yang masih buruk, daerah beriklim buruk, pada daerah beriklim tropis seperti Indonesia, penyakit sering timbul selama musim hujan dan terutama menyerang anak-anak dan dewasa muda. (Dalimartha,2005).
Di indonesia diperkirakan sekitar 2-4 % dari total jumlah penduduk menderita hepatitis virus alat akut atau 4 sampai 8 juta orang angka kasus hepatitits 5 sampai 10% dari jumlah penduduk. Ketua kelompok departemen kesehatan Ali Sulaiman menjelaskan hepatitis virus akut bersifat tidak menjadi kronis dan bisa sembuh sempurna, hanya sekitar 0,5% dari penderita yang mengalami serangan akut hingga berakibat vatal atau membahayakan keselamatan jiwanya. Hal ini berbeda dengan hepatitis B dan C yang termasuk penyakit hati kronik atau menahun, bila tidak diobati dengan baik penderita bisa mengalami sirosis hati dalam waktu 15 sampai 30 tahun sejak terinfeksi virus hepatitis bahkan kangker hati. ( Sri Reziki,2009)
Hepatitis adalah suatu peradangan jaringan hati yang disebabkan oleh virus hepatitis, secara popular di kenal juga dengan istilah penyakit hati yang disebabkan oleh berbagai macam penyebab seperti virus(penyebab terbanyak), bakteri salmonella thypi, parasit, obat-obatan, bahan kimia alami atau sintesis yang merusak hati(hepatotoksik), alcohol, cacing, gizi yang buruk dan autoimun, ( Dalimartha, 2005)
Adapun jenis hepatitis atau radang hati dapat dibagi dalam beberapa macam jenis, yaitu : hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D,hepatitis E, hepatitis G. Jenis hepatitis yang banyak dijumpai adalah jenis hepatitis A,B, dan C.Hepatitis dapat di klasifikasi menjadi hepatitis virus akut dan hepatitis virus kronik. Hepatitis yang perjalanannya akut biasanya hepatitis A, hepatitis yang kronis hepatitis B dan hepatitis C. ( Yatim, 2005 )
Tanda dan gejala yang timbul pada hepatitis virus akut antara lain, nyeri  perut dan bagian atas, sakit kepala, lelah, tidak ada nafsu makan (anoreksia), mual, muntah, demam ringan, malaise (perasaan tidak enak badan), urin berwarna teh, fses berwarna tanah dan kulit menjadi ikterik (kuning). ( Sandra, 2002)
Hepatitis virus akut atau radang hati menimbulkan beberapa masalah keperawatan yaitu : Resiko kekurangan volume cairan dan elektronik, kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh), intoleransi aktifitas, resiko infeksi(pada orang), nyeri berhubungan dengan inflamasi hati, resiko perubahan integritas kulit, perubahan kenyamanan, keletihan dan resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan pengurangan sintesis protombin dan penurunan absorpsi vitamin K. (Carpenito,2001).
Apabila masalah tersebut tidak di tangani serius dan tidak diberikan asuhan keperawatan secara berkeseimbangan maka akan terjadi komplikasi yaitu : sirosis hati, hepatitis fulminan dan karsinoma hepatoseluler, anemia aplastik dan hepatitis kronis yang terjadi apabila individu memperlihatkan gejala dan antigen virus yang menetap dari 6 (enam) bulan. Gambaran klinis hepatitis aktif kronik atau fluminan mungkin mencakup gambaran kegagalan hati dengan kematian dalam 1 minggu sampai beberapa tahun kemudian. (Elizabeth, 2001)
Perawatan pada pasien hepatitis tidak ada obat khusus yang dapat langsung menyembuhkan hepatitis A. Pengobatan yang diberikan hanya bersifat suportif yaitu seperti, Tirah baring yaitu istirahat di tempat tidur terutama pada fase awal penyakit. Diet atau pengaturan makanan, pada prinsipnya makanan yang diberikan harus mudah dicerna dan mengurangi keluhan yang ada. Untuk itu penderita diberi makanan yang tinggi protein dan karbohidrat tetapi rendah serat. Selalu menjaga kebersihan terutama dengan jalan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, alat makan dan minum harus dicuci secara terpisah, dan menghindari kontak badan dengan nonpenderita. Adakalanya parasetamol diberikan bila penderita demam dan sakit kepala, antasida diberikan bila mual dan muntah, dan obat tradisional lainnya seperti HP pro. Pientze huang, dan sebaginya yang mempercepat penyembuhan dan turunnya nilai transaminase (SGPT, SGOT). (Dalimartha,2005).
Berdasarkan uraian diatas maka seorang peawat mempunyai peran penting dalam memberi pelayanan kesehatan, perawat harus mengetahui bahwa hepatitis virus akut merupakan penyakit menular yang sumber infeksi berasal dari rute fekal oral biasanya melalui makanan dan minuman yang terinfeksi, memberikan penyuluhan kesehatan pada pasien atau keluarga dalam memperbaiki hygene makanan dan minuman, menjaga air minum agar tidak tercemar, perbaikan  sanitasi lingkungan dan dalam lingkungan dan dalam pemberian imunisasi. ( Smeltzer, 2001)

Thursday, 13 June 2013

Gambaran Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengetahuan Ibu Tentang Pertumbuhan Balita di Wilayah Kerja Puskesmas



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Salah satu tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kemandirian keluarga dalam memelihara kesehatan anggota keluarga terutama ibu dan anak, ibu dan anak adalah golongan penduduk yang sangat rentan terhadap berbagai masalah kesehatan, sehingga perlu perhatian khusus untuk memelihara kesehatan mereka, demi masa depan bangsa dan negara (Unicef, 2006).
Anak-anak dan khususnya dibawah lima tahun adalah individu-individu yang rentan. Menurun organisasi kesehatan dunia (World Health Organisation- WHO), tingkat kematian anak dibawah lima tahun di Indonesia sama dengan 34,6 % pada tahun 2010, kebanyakan dari penyebab-penyebab tingginya angka kematian balita tersebut dapat dicegah dan diobati dengan pengetahuan dan tindakan-tindakan yang tepat (Ami, 2011).
Proses tumbuh kembang anak terdiri atas dua proses yang tidak dapat dipisahkan karena saling mempengaruhi yaitu proses pertumbuhan yang ditandai dengan semakin besarnya ukuran tubuh (berat, tinggi badan lingkar lengan atas dan sebagainya dan proses perkembangan yang ditandai oleh semakin bertambahnya kemampuan anak (koordinasi gerakan, bicara, kecerdasan, pengendalian perasaan, interaksi dengan orang lain, dan sebagainya) kedua proses ini perlu diikuti secara teratur yaitu dipantau, sehingga bila ada kelambatan dalam proses tumbuh kembang dapat segera diketahui dan dilakukan tindakan (Santoso, 2000)
.
Secara anatomis otak berkembang baik pada usia 2 tahun pertama memperoleh asupan gizi secara baik, tetapi jika pada asupan gizinya kurang maka perkembangan otaknya tidak berkembang atau biasa dikenal dengan otak kosong. Untuk memantau tumbuh kembang anak Balita harus dilakukan orang tua dengan membawa anak Balita ke Posyandu terdekat setiap bulan. Selain itu pemantauan juga harus dilakukan oleh kader, tokoh masyarakat
Pertumbuhan yang baik tidaklah hanya bersifat fisik tetapi juga mental dan intelektualitas, sehingga proses pertumbuhan tersebut lazim disebut bukan saja sebagai proses pertumbuhan tetapi sebagai proses tumbuh-kembang. Agar proses tumbuh-kembang dapat berjalan dengan optimal, seorang anak harus mendapatkan pemenuhan dari 3 kebutuhan pokoknya. Yang pertama adalah kebutuhan fisik-biologis, berupa kebutuhan akan nutrisi (ASI, Makanan Pengganti ASI/MP-ASI), imunisasi, serta kebersihan fisik dan lingkungan. Yang kedua adalah kebutuhan emosi berupa kasih kasih sayang, rasa aman dan nyaman, dihargai, diperhatikan, serta didengar keinginan dan pendapatnya. Kebutuhan ini memiliki peran yang sangat besar pada kemandirian dan kecerdasan emosi anak. Kemudian kebutuhan ketiga yang tak kalah penting adalah kebutuhan akan stimulasi yang mencakup aktivitas bermain untuk merangsang semua indra, mengasah motorik halus dan kasar, melatih ketrampilan berkomunikasi, kemandirian, berpikir dan berkreasi. Stimulasi ini harus diberikan sejak dini karena memiliki pengaruh yang besar pada ragam kecerdasan atau multiple intelligences (Sujadmiko, 2002).
Pemantauan pertumbuhan merupakan hal terpenting untuk mengetahui mal nutrisi pada anak. Pemantauan pertumbuhan berarti melakukan pengecekan secara reguler terhadap anak bahwa pertumbuhannya sesuai dengan standar pentumbuhan sesuai dengan umurnya, tinggi dan berat badannya dibanding dengan populasi anak sehat (Ami, 2008).
Anak harus tumbuh dengan baik dan mengalami pertambahan berat badan yang cukup berat, badan anak harus ditimbang setiap bulan dari sejak lahir, apabila anak tidak mengalami pertambahan berat badan yang cukup setiap bulannya. Anak sehat adalah anak yang berat badannya bertambah secra cukup, pertambahan berat badan yang teratur merupakan ciri anak yang fisiknya tumbuh dengan baik, anak harus selalu ditimbang berat badannya pada saat berkunjung ke posyandu atau Puskesmas (Unicef, 2006).
Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah kartu untuk mencatat dan mengamati tumbuh kembang anak, dengan melihat garis pertumbuhan berat badan anak dari bulan ke bulan pada kartu menuju sehat (KMS), seorang ibu dapat mengetahui dan berusaha memperbaiki kesehatan anaknya. Dengan KMS seorang ibu dapat mengetahui kemampuan anaknya sesuai dengan perkembangannya, semua ibu perlu memiliki KMS dan selalu membawa KMS tersebut pada setiap kali mengikutkan anaknya dalam semua kegiatan kesehatan (Depkes RI, 2006).
Beberapa indikator kesehatan yang paling penting untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat di suatu negara adalah Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan status gizi masyarakat. Secara Nasional AKI 304/100.000 lahir hidup. AKB sebesar 35/1000 lahir hidup dan gizi kurang sebesar 27,5 % dan gizi buruk sebesar 8,5 %. Di Propinsi NAD indikator tersebut menunjukan AKI sebesar 373/100.000 lahir hidup, AKB 42/1000 lahir hidup dan status gizi kurang 34,3 %  dan gizi buruk sebesar 9,4 %. Target yang ditetapkan sampai tahun 2009 secara Nasional menurunkan AKI menjadi 226/100.000 lahir hidup. AKB 6/1000 lahir hidup, gizi kurang menjadi ≤ 20 % (Profil Dinas Kesehatan NAD, 2010).

Tuesday, 11 June 2013

Keberhasilan Laktasi Pada Ibu Menyusui



Menyusui adalah memberikan asi susu untuk diminum oleh bayi dari buah dada (purwadaeminta 1990). Sedangkan menurut WHO/UNICEF (1979), menyusui merupakan bagian terpadu dari proses prosedur reproduksi yaitu memberikan makanan secara ideal dan alamiah serta merupakan dasar biologik dan psikologik yang dibutuhkan pertumbuhan bayi (suradi 1995).
Penguaran ASI banyak dipengaruhi dari isapan bayi dari putting areola, yang melalui saraf afferent merangsang hipofise anterior untuk memperduksi prolaktin yang selanjutnya ini merangsang sekresi ASI, jumlah proklaktin tergantung pada frekuensi dan itensisitas iasapan bayi, pembendungan ASI dalam alveolus menyebabkan penekan pada pembuluh darah yang megakibatkan penurunan prolaktin pada darah, sehingga sekresi ASI juga akan berkurang (prolaction reflex). Selain itu pengeluaran ASI juga terjadi karena adanya rangsangan mekanisme ujung saraf pada putting dan areola oleh isapan bayi. Rangsangan ini diteruskan ke hypothalamus yang menyebabkan hypophise posterior mengeluarkan oksitoksin merangsang sel mypithel yang menyebabkan ASI dalam alveolus diperas melalui salurannya ke muara diputing susu ibu. Ibu yang berada dalam suasana yang menyenangkan cenderung dapat menyusui bayi dengan baik(nelson 1994). 


Berdasarkan literatur, maamfaat ASI dapat dari aspek-aspek sebagai berukut:
2.1.1 Aspek gizi
a.   kolostrum
kolostrum adalah lenket kekuningan yang mengisi sel-sel alveolar selama trimester terakhir kehamilan. Jumlah bervariasi berkisar antara 10-100 ml/hari, dengan rata-rata sekitar 30 ml dan akan mengikat sekresinya secara bertahap dan mencapai komposisi matang pada 30-40 jam setelah lahir.
b.      Mengandung zat kekebalan terutama Ig A yang melindunggi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare.
c.       Mengandung protein, Vitamin A yang tinggi dan karbohidrat serta lemak rendah sehinga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran.
d.      Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama hitam kehijauan.
e.       ASI mudah di cerna, mengandung zat gizi yang sesuai dan enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang berkualitas tinggi berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi/anak.
f.        ASI memiliki perbandingan rasio antara Whey dan casein yang sesuai untuk bayi yaitu 65 : 35 dibandingkan dengan susu sapi yang perbandingannya 20 : 80, susu sapi lebih banyak mengandung casein yang tidak  mudah diserap dari pada susu sapid an menghasilkan endapan yang terbentuk di lambung lebih halus yang dapat mengurangi waktu pengosongan (DepKes RI. 2001 dan Akre 1994 ).
2.1.2 Aspek  imunologi

Tabel. 2.1
Unsur Kekebalan dalam ASI dan Fungsinya dalam tubuh bayi
UNSUR KEKERASAN
FUNGSI
Faktor bifidus
Menstimulasi pertumbuhan bakteri bifidus yang antagonis terhadap kelangsungan hidup bakteri pathogen saluran pencernaan. 
Sekret immunogiobulin
Bekerja melawan invasi bakteri mukosa dan atau kolonisasinya di usus, mampu menetralkan racun yang dihasilkan bakteri dan virus.
Faktor anti-staphy
loccoccus
Menghambat infeksi sistemik oleh bakteri straphylococcus
Laktoferin
Mengikat zat gizi besi (Fe) dan menghambat proses multifikasi bakteri patogen dalam saluran pencernaan.
Laktoperoksida
Membunuh bakteri streptococcus dan bakteri patogen saluran untuk dihancurkan.
Complement
 (C-4 dan C-3)
Memudahkan proses fagositas pada sel“ menelan” benda asing untuk dihancurkan.
Interferon
Menghambat perbanyakan (replikasi) virus intraseluler.
Lysozyme
Membunuh bakteri dengan cara merusak dinding sel bakteri tersebut.
Protein pengikat
 B-12
Mengubah dan mengikat vitamin B-12 tidak bisa digunakan untuk pertumbuhan bakteri pathogen.
Lipase dan garam empedu.
Membantu produksi senyawa-senyawa lemak anti parasit
Sumber: WWW. Situasi  Keluarga. Com
2.1.3        Aspek Psikologis menyusui
  1. Rasa percaya diri ibu untuk menyusui
Rasa percaya diri bahwa ibu ibu mampu menyusui ataupun memproduksi ASI yang mencakup besar pengaruhnya bagi keberhasilan menyusui. Menyusui dipengaruhi oleh emosi ibu. Kemauan yang besar dan kasih saying terhadap bayi akan meningkatkan hormone terutama oksistosis yang pad akhirnya akan meningkatkan produksi ASI.
  1. Hubungan interaksi ibu bay
Proses menyusui merupakan proses interaksi antara ibu dan bayi. Pertumbuhan dan perkembangan psikologik bayi tergantung pada kesatuan ikatan ibu-bayi tersebut.hubungan ini paling mudah terjadi selama 3o menit pertama dan mulai terjalin beberapa menit sesudah bayi dilahirkan. Karenanya penting sekali bayi mulai disusui sedini mungkin,yaitu dalam waktu 30 menit setelah bayi dilahirkan (Akre 1994).
2.1.4        Aspek kecerdasan
Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi asli yang dibutuhkan untuk perkembangan system saraf otak dapat meningkatkan kecerdasan bayi.Taurin adalah protein istimewa yang  hanya terdapat di ASI,merupakan protein otak yang diperlukan untuk pertumbuhan otak, susunan saraf,juga penting untuk pertumbuhan retina. Susu sapi tidak mengandung taurine sama sekali (Roesli 2000).
2.1.5        Aspek neurology
Belum sempurnanya koordinasi saraf menelen,mengisap dan bernapas, dapat terjadi pada bayi baru lahir.Dengan mengisap dan bernapas, dapat terjadi pada bayi baru lahir.Dengan mengisap payudara ketidak sempurnaan  koordinasi saraf tersebut dapat lebih baik.
2.1.6        Aspek ekonom
Dengan menyusui secara eklusif, ibu tidak memerlukan biaya untuk makanan bayi  sampai usia bayi berumur 4 bulan pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula dan peralatan serta biaya dapat diperkecil.
2.1.7        Aspek penundaan kehamilan 
Dengan ASI ekslusif dapat menunda haid dan kehamilan, sehingga dapat digunakan sebagai alat konstrasepsi alamiah sementara yang dikenal dengan Metode Amenorea Laktasi (MAL)> MAL memenuhi 3 (tiga) criteria yaitu: tidak haid, menyusui secara ekslusif dan umur bayi kurang dari 6 bulan.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | SharePoint Demo